DINASTI QOJAR
Disusun Oleh:
IRAWANSAH PUTRA
(10 42 0012)
DosenPembimbing:
PADILA S.S., M.Hum
FAKULTAS ADAB & BUDAYA ISLAM
SEJARAH & KEBUDAYAAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN
FATAH
PALEMBANG
2012
PENDAHULUAN
Dinasti Qojar adalah kerajaan
yang menguasai negeri Iran selama abad ke-19 M, sampai awal abad ke-20 M. Di
zaman itu Iran sudah menghadapi perubahan-perubahan dunia baru, sejak
bangkitnya Napoleon Bonaparte dan terdesaknya kerajaan Turki Usmani. Apalagi
dengan jatuhnya kekuasaan kerajaan Mongol terakhir di anak benua India. Iran
hidup terjepit di antara dua kekuasaan raksasa Inggris dan
Rusia. Saat itulah munculnya kerajaan Qojariyah.
Selama kurang lebih sembilan
tahun lamanya terjadi perebitan kekuasaan pada bangsa Iran dalam menentukan
siapa yang lebih kuat dan akan menjadi Syah in Syah di negeri besar dan
berkebudayaan kuno tersebut. Setelah banyak menumpahkan darah dan meruntuhkan
bangunan-bangunan kuno dalam peperangan yang menentukan siapa yang lebih kuat,
akhirnya Agha Muhammad Khan dapat mengalahkan lawan-lawannya dan menjadi
pendiri Dinasti Qojariyah.
Makalah ini akan menguraikan
tentang Dinasti Qojar, dimana keberadaannya, kemunculannya sampai
kehancurannya.
PEMBAHASAN
A.
ASAL USUL DINASTI QOJAR
Qojar adalah Dinasti yang
berkuasa di Persia dan berpusat di Iran selama kurang lebih 150 tahun (1779 –
1924 M). Nenek moyang Dinasti Qojar adalah bangsa Turki. Selama abad ke-14 M,
mereka bergerak memasuki kawasan Persia, Irak dan kawasan lain di Timur Tengah.
Nama Qojar sediri diambil dari nama salah seorang tokoh mereka, yaitu Qojar
Noyan, putra Sertaq Noyan, yang bekerja pada Dinasti Ilkhaniyah sebagai tutor
Gazan Khan. Karir Qojar Noyan berakhir dengan dengan kematiannya di tangan Raja
Baidu (w. 1295), karena tuduhan bersekongkol dengan penguasa sebelumnya yaitu
Gaykatu (1291 – 1295M). [1]
Pada awal abad ke-16 M, suku Qojar tampil memainkan peran dalam pejalanan
sejarah Islam ketika ia besama enam suku Turki lainnya bergabung dalam barisan
tentara Qizilbash ikut mendirikan Dinasti Safawi. Mengiringi kejatuhan Dinasti
Safawi, Persia memasuki masa panjang pergolakan politik dan sosial. Suku
Bakhtiyari, Qasyqayi, Afsyari, Zand dan Qojar saling betempur memperebutkan
dominasi pusat kekuasaan. Pergolakan politik dan sosial tersebut baru berakhir
ketika Aga Muhammad Khan, dari suku Qojar berhasil menduduki singgasana kerajaan.
Kemudian ia menggalang aliansi militer dengan suku Bakhtiyari dan Afsyari untuk
menaklukkan wilayah tengah Persia. Dan dengan bantuan penguasa propinsi Syiraz,
Aga Munammad Khan berhasil mengalahkan Dinasti Zand, sehingga daerah selatan
Persia jatuh ke tangannya. Pada
tahun 1779 M, Aga Muhammad Khan menjadi penguasa de facto atas hampir seluruh wilayah Persia.[2]
B.
PERKEMBANGAN DINASTI QOJAR
1.
Agha Muhammad Khan (1779 – 1797 M)
Pada masa pemerintahan Agha Muhammad Khan, banyak disibukkan dengan perluasan
wilayah-wilayah kekuasaannya seperti propinsi Syiraz, Isfahan, Tabriz dan
Masyhad. Dia memusatkan kekuasaannya di Teheran sebagai ibu kotanya.[3]
Ciri-ciri pada masa kekuasaan Aga Muhammad Khan:
a.
Kepemimpinan
Negara didasarkan kepada adat istiadat kesukuan dengan melibatkan secara langsung
pemimpin Negara untuk membangun jaringan antarsuku.
b.
Mengadakan
kerjasama antarsuku guna memerangi suku lain yang menjadi saingannya, sekaligus
memperkuat kekuasaannya sendiri. [4]
2.
Fath Ali Syah (1797 – 1834 M )
Ciri-ciri pada masa kekuasaan Fath Ali Syah:
- Pengembangan
birokrasi Negara pada seluruh level pemerintahan dengan Teheran sebagai
pusat kekuasaannya.
- Pembangunan
angkatan bersenjata yang permanen.
- Pemberlakuan
etika kerajaan sebagaimana dipakai oleh kerajaan Persia Kino.[5]
Perkembangan dan
perubahan birokrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata tersebut berkaitan
erat dengan masuknya pengaruh Eropa ke Persia pada awal abad ke-19 M. Namun,
masuknya negara-negara Eropa seperti Rusia dan Inggris memiliki misi tertentu
untuk menguasai daerah kekuasaan Qojar Persia. Pada tahun 1813 M, Dinasti Qojar
mengalami kekalahan perang dengan Rusia, sehingga harus menandatangani
perjanjian Gulistan yang menyatakan bahwa daerah Georgia, Kaukasus dan
pengawasan pelayaran Laut Kaspia menjadi daerah kekuasaan Rusia, yang
sebelumnya menjadi kekuasaan Dinasti Qojar. Hal tersebut menurunkan reputasi
Dinasti Qojar di mata rakyat. [6]
Rusia memperlakukan
rakyat terutama para ulama dan penduduk muslim dengan kejam di daerah Kaukasus,
ini merupakan ancaman langsung terhadap eksistensi umat Islam di Persia.
Melalui mimbar khotbah dan pengajian, ulama mendesak pemerintah untuk
melaksanakan jihad melawan Rusia. Fath Ali Syah memenuhi tuntutan rakyat
sehingga pada tahun 1826 M, ia menyatakan perang melawan Rusia. Namun, untuk
kedua kalinya Qojar mengalami kekalahan dan harus menandatangani perjanjian
Turkomanchai pada tahun 1828 M yang menyatakan:
1. Propinsi Erivan dan
Nakhichevan harus diserahkan kepada Rusia
2. Rusia mendapat konsesi
tarif yang rendah di bidang perdagangan
3. Rusia mendapatkan rampasan
perang yang banyak
4.
Kebebasan memberlakukan hukum Rusia bagi orang Rusia yang berada di Kerajaan Qojar.[7]
Di
pihak lain, perjanjian Turkomanchai ini mengakibatkan ekonomi rakyat lumpuh
karena mereka terkena beban pajak dan tarif yang tinggi. Pemberontakan
suku-suku timbul di mana-mana, sehingga stabilitas politik terganggu dan pusat
pemerintahan Teheran menjadi lemah. Kondisi yang demikian terus berlangsung
hingga Fath Ali Syah wafat pada tahun 1834 M.[8]
3. Muhammad Syah (1834 – 1848 M )
Pengangkatan Muhammad Syah sebagai raja Dinasti Qojar berjalan lancar berkat
keterlibatan diplomatik Inggris dan Rusia. Bahkan Inggris memberikan dukungan
langsung secara militer dalam rangka menindas gerakan oposisi suku-suku lokal
terhadap tahta kekuasaan Muhammad Syah. Dan sebagai imbalannya Muhammad Syah
memberikan konsesi di bidang tarif dan hak ekstra teritorial pada tahun 1836 M dan 1841 M, pimpinan Qojar menandatangani
pakta perjanjian. Fakta ini menguntungkan Inggris karena memperoleh
keistimewaan-kwiatimewaan sebagaimana diberikan penguasa Qojar sebelumnya
kepada Rusia.
Meningkatnya pengaruh Inggris dan Rusia menghadirkan dampak yang sangat dalam
terhadap kehidupan rakyat Persia. Perkembangan industrialisasi di Eropa yang
begitu pesat tidak saja membutuhkan bahan mentah untuk mekanisme industri,
melainkan juga membutuhkan daerah-daerah untuk pemasaran produksi yang dihasilkan.
Konsesi yang diberikan kepada Inggris dan Rusia telah menghasilkan perdagangan
bebas di Persia dan mengakibatkan ekonomi Eropa semakin menusuk jantung
perekonomian masyarakat Persia. Barang yang diproduksi oleh berbagai pabrik di
Inggris dan Rusia dengan harga murah dan tarif import yang rendah mulai
membanjiri Persia. Sebaliknya, para pedagang lokal menjadi lemah karena
kualitas barangnya lebih rendah dan harus membayar pajak yang tinggi.
Cengkraman
kekuatan asing terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama ekonomi perdagangan,
yang menyebabkan kelumpuhan ekonomi
rakyat, telah menumbuhkan kebencian dan perlawanan terhadap kekuatan asing
tersebut. Diantara gerakan perlawanan terpenting pada masa Muhammad syah adalah
perlawanan kelompok masyarakat syi’ah Ismailiyah dibawah pimpinan Agha Khan, diwilayah Iran tengah dan selatan. Namun, dinasti Qojar
dengan bantuan militer Inggris dan memukul mundur perlawanan tersebut. Disamping
itu juga telah ada gerakan perlawanan yang dikenal dengan gerakan Mesiah,
pendiri gerakan ini adalah Sayid Ali Muhammad yang lahir di kota Syiraz pada
tahun 1819 M. dalam waktu yang relatif singkat (1844-1850).[9]
Gerakan ini telah menjadi gerakan perlawanan yang bersifat nasional dan telah
menggoncang stabilitas politik Dinasti Qojar dan kepentingan asing didalam
negeri Qojar. Ditengah situasi seperti ini Muhammad Syah meninggal dunia pada
tahun 1848 M.[10]
4. Nasiruddin Syah (1848 – 1896 M )
Di bawah perlindungan dan jaminan
Inggris Rusia, Nasiruddin Syah, naik menduduki tahta kerajaan dan menjadi
penguasa Qojar yang paling lama berkuasa yakni dari tahun 1848 M sampai 1896 M. Awal kekuasaan Nasiruddin Syah
disibukkan dengan pemberontakan gerakan Mesiah. Pada tahun 1850 M, Nasiruddin
dapat menangkap dan mengeksekusi pimpinan gerakan Mesiah, Sayid Ali Muhammad,
dengan dukungan dan bantuan Inggris dan Rusia. Kesuksesan membasmi gerakan
Mesiah tidak menjadikan Dinasti Qojar semakin mandiri. Sebaliknya, Dinasti
Qojar semakin terjerembak dalam kekangan Inggris dan Rusia. Beberapa daerah
kekuasaannya seperti Tashkent, Samarkand dan Bukhara dicaplok oleh Rusia. Dan
pada tahun 1857 M Nasiruddin mengalami
kekalahan perang dan harus menandatangani perjanjian Paris yang menyatakan
bahwa:
1. Qojar harus keluar dan
membebaskan daerah Heart
2. Qojar harus mengakui
kemerdekaan Afghanistan
3. Memberikan konsesi
perdagangan yang lebih luas kepada Inggris.[11]
Pada tahun 1872 M Nasiruddin mengadakan kerjasama dengan
perusahaan Baron de Reuter dari
Inggris untuk melakukan modernisasi dengan mengadakan perubahan-perubahan
diantaranya:
a.
Di
bidang Ekonomi:
1.
Pembangunan
jalan rel kereta api
2.
Pengadaan
listrik
3.
Mengekplorasi
sumber mineral dan logam
4.
Membangun
kanal dan irigasi seluruh negeri
5.
Membangun
jalan raya
6.
Membangun
jaringan telepon
7.
Membangun
pabrik-pabrik
8.
Mendirikan
bank nasional
b.
Di
bidang Militer:
1.
Pendidikan
prajurit yang memadai
Pada
masa Nasiruddin Syah banyak sekali prajurit-prajurit yang mendapatkan pelatihan
militer, sehingga banyak sekali prajurit-prajurit yang memadai/ siap digunakan
untuk berperang.
c.
Di
bidang Pendidikan:
1.
Mendirikan
perguruan tinggi modern “Darul Funun”
2.
Administrasi
dan birokrasi berbasis kekuasaan
pemerintah pusat ala Eropa.
3.
Penterjemahan
buku ilmu pengetahuan dari bahasa Eropa ke dalam bahasa Persia.[12]
Dengan demikian, periode ini
merupakan masa awal yang berpengaruh besar pada kebangkitan dunia pendidikan
Iran di kemudian hari.
Pada tahun 1890 M ,
Nasiruddin memberikan konsesi kepada perusahaan Talbot dari Inggris untuk memonopoli produksi, penjualan dan ekspor
tembakau yang banyak ditanam petani Iran. Modernisasi yang dilakukan oleh
Nasiruddin Syah menimbulkan kebencian dan perlawanan masyarakat. Para
intelektual menyerang kediktatoran para penguasa dan praktek korupsi yang
meluas di kalangan penguasa. Kaum Bazari, memprotes atas konsensi yang
diberikan Syah kepada orang asing yang mengakibatkan mereka bangkrut dan kalah
bersaing. Para petani memprotaes rendahnya daya jual hasil pertaniannya. Dan
para ulama memandang bahwa kuatnya pengaruh asing akan membahayakan keberadaan
agama Islam di Iran.
Berbagai
kebencian tersebut kemudian berkembang menjadi perlawanan nasional pada tahun
1891 – 1892 M. Ulama, intelektual, kaum Bazari, petani dan sebagian aparatur
pemerintah berkoalisi berdemonstrasi di berbagai kota penting seperti Syiraz,
Isfahan, Tabriz dan Masyhad. Sebuah fatwa dikeluarkan oleh Mirza Husein
Syirazi, pemimpin ulama tertinggi (Marja’
at-Taqlid) komunitas Syi’ah, untuk melakukan baikot terhadap monopoli
tembakau dan penghapusan konsesi yang diberikan kepada Inggris. Inilah yang
kemudian disebut sebagai “The Tobacco
Movement”. Akhirnya Nasyiruddin Syah mengabulkan tuntutan para demontran
dan sebagai akibatnya Dinasti Qojar menanggung hutan 500.000 pound sterling.[13]
Untuk membayar hutang Nasiruddin
meminjam kepada Rusia. Hal tersebut membuat kemarahan rakyat timbul kembali dan
pada tahun 1896 Nasiruddin Syah akhirnya dibunuh oleh salah seorang pengikut
al-Afgani.
5.
Muzaffaruddin Syah (1896 – 1907 M )
Di bawah pemerintahan
Muzaffaruddin Syah, keadaan Dinasti Qojar semakin melemah. Masa kekuasaannya
lebih banyak diwarnai oleh perebutan pengaruh antara Inggris dan Rusia, oposisi
rakyat semakin kuat dan hutang yang semakin banyak.
Pada tahun 1900 M Syah mendapat pinjaman dari Rusia sebesar
2.400.000 pound sterling dan dua tahun kemudian 1902 M menerima pinjaman kembali sebesar 10.000.000
rubel. Hutang Syah yang meninggi, cengkeraman Rusia dan Inggris yang semakin
kuat serta memburuknya perekonomian rakyat membuat suhu kebencian oposisi
rakyat terhadap Dinasti Qojar semakin menaik. Situasi yang demikian membuat
terwujudnya apa yang dikenal dalam sejarah dengan “Revolusi Konstitusional
(1905 – 1911 M ). [14]
Revolusi tersebut memaksa agar
Muzaffaruddin mendirikan Majelis Nasional, yang akhirnya didirikan pertama kali
pada awal Agustus 1906 di Iran. Dengan kehadiran Majelis Nasional tersebut
kehidupan rakyat mengalami perubahan hingga meninggalnya Muzaffaruddin Syah
pada tahun 1907 M.
6.
Muhammad Ali Syah (1907 – 1909 M )
Muhammad Ali Syah sangat membenci
Majelis Nasional dan berambisi untuk membubarkannya. Dengan menggunakan
kekuaran militer dan dibantu oleh Rusia akhirnya Syah dapat membekukan Majelis
Nasional bahkan membunuh beberapa anggata Majelis Nasional.
Kejadian tersebut membuat
perlawanan rakyat meluas kembali dan menuntut agar Majelis Nasional bentuk
kembali. Pada tahun 1909 M akhirnya
Majelis Nasional dibentuk kembali dan menuntut agar Muhammad Aki Syah Mundur
dari jabatannya. Dan digantikan oleh putranya.[15]
7.
Ahmad Syah (1909 – 1925 M )
Dinasti Qojar tidak mengalami
kemajuan yang berarti di bawah pimpinan Ahmad Syah. Bahkan sebaliknya, kesatuan
kedaulatan Qojar terpecah-pecah, wilayah utara Iran di bawah pengawasan Rusia,
wilayah selatan di bawah pengawasan Inggris dan hanya wilayah tengah yang
sempit sebagai zona netral. Di tambah lagi selama perang dunia I, Iran
digunakan sebagai salah satu medan pertempuran yang membuat Qojar semakin
terpojok dan mengalami kerusakan ekonomi yang parah.
Lemahnya kekuasaan pusat Dinasti
Qojar dimanfaatkan oleh Reza Syah, seorang militer karir, yang melakukan
persiapan untuk mengambil alih kekuasaan. Dengan menggalang aliansi bersama
Kabinet Ziauddin dan Qawam as-Sultanah, posisi Reza Syah semakin kuat. Dengan
dukungan militer yang terdidik secara modern dan terlatih, Reza Syah kemudian
mengontrol hampir seluruh birokrasi pemerintahan. Dan pada tahun 1925 M, Reza
berhasil mengahiri keberadaan Dinasti Qojar dengan memecat Ahmad Syah sebagai
penguasa terakhir. Sebagai gantinya, Reza memproklamirkan berdirinya Dinasti
Pahlevi dan ia sendiri menjadi raja yang pertama.[16]
C.
KEMAJUAN-KEMAJUAN YANG DICAPAI DINASTI QOJAR
Pada masa pemerintahan Nassiruddin
Syah dengan bantuan kapitalis-kapitalis asing (Inggris), Baron Julius de Reuter
mengadakan pembangunan lintasan kereta api, menambang sejumlah tambang mineral
dan baja, membangun kanal dan proyek irigasi, proyek jalan raya, telegrap,
dengan royalti pada Shah Qojar. Tahun 1889 M dengan bantuan Inggris Bank Kerajaan (Imperial
Bank) didirikan. Tahun 1890 M sebuah perusahaan swasta Inggris (Mr. Talbot)
diberi hak monopoli industri tembakau Iran termasuk memonopoli penjualan dalam
negeri maupun ekspor. Tembakau adalah komoditas yang populer dan digemari oleh
masyarakat Iran pada saat itu. Rusia juga mendirikan Discount Bank of Persia
di Teheran pada tahun 1891 M.
Darul Funun didirikan di Teheran pada tahun 1851
M, Sekolah Politeknik yang merupakan salah satu bagian dari modernisasi yang
dicanangkan oleh Mirza Taqi Khan Amir Kabir (Perdana Menteri Nassiruddin
Qajar). Darul Funun merupakan lembaga pendidikan yang cenderung sekuler,
berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang dirikan komunitas agama.
Darul Funun juga berfungsi sebagai pencetak tenaga militer yang baru
dalam bidang Balistik (Roket Militer) dan teknik militer serta pegawai sipil.
Demikian juga di bidang pengobatan, ilmu pengetahuan dan matematika. Buku-buku
Barat diterjemahkan ke dalam Bahasa Persia, banyak pula majalah dan buku yang
diterbitkan. Sekolah-sekolah missionaris yang didirikan di Iran juga banyak
mendatangkan teknik-teknik Barat ke Iran. Bahkan antara tahun 1878 M dan 1880 M
penasihat Rusia dan Austria turut
membantu Iran dengan mengorganisir kembali pasukan Kaveleri dan membentuk
Brigade Cossack (Kozak). [17]
D.
KEMUNDURAN DAN KERUNTUHAN DINASTI QOJAR
Sebagai akibat interaksi antara Iran dengan bangsa Barat. Berkembang
paham-paham baru dari Barat serta bertambahnya kaum intelektual di Iran pada
masa sesudahnya. Adanya pandangan bahwa modernisasi Iran adalah satu-satunya
cara yang efektif untuk melawan kekuasaan asing dan untuk memperbaiki kondisi
kehidupan sebagian besar masyarakat Iran. Komunitas yang terdiri atas
orang-orang yang berpendidikan Barat dan pejabat pemerintah Qajar yang terlibat
dengan Eropa serta komunitas minoritas yang lebih radikal berkolaborasi dalam
gerakan yang menentang Shah Qajar (negara).
Antara tahun 1891-1892 M komunitas agama bersama dengan pedagang,
intelektual liberal serta para pegawai mengadakan demonstrasi besar-besaran dan
membaikot monopoli tembakau pada perusahaan Inggris. Para ulama memimpin
demonstasi ini di berbagai kota seperti Shiraz, Isfahan, Tabriz dan Mashad,
yang terkenal dengan Pemberontakan Tembakau (Tobacco Protest 1891-1892
M ).
Peristiwa penting di Iran pada awal abad ke-20 M selain ditemukannya sumber
minyak bumi adalah ”Revolusi Konstitusional". Peristiwa yang terjadi
pada periode Dinasti Qajar ini mengakhiri kekuasaan absolut raja. Revolusi ini
merupakan bentuk gerakan nasionalisme rakyat Iran pada abad ke-20 M .
Pada tahun 1925 M, Dinasti Qojar ditumbangkan oleh Dinasti Pahlevi.
Terdapat faktor internal dan eksternal yang menyebabkan ini terjadi. Faktor
internal yang paling menonjol adalah lemahnya pemerintahan pusat dan terjadinya
pemberontakan-pemberontakan lokal. Berbagai pemberontakan itu tidak mampu
dibendung dan diredam oleh pemerintahan pusat sebagai pengendali utama
keamanan, semakin lama pemberontakan itu menggerogoti kekuasaan Dinasti Qojar
dan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk berlawanan dengan kekuasaan
dinasti Qojar.
Faktor eksternal yang muncul
adalah pecahnya Perang Dunia I yang menjadikan Iran sebagai arena pertempuran,
walaupun secara politik posisi Iran dalam perang itu adalah netral. Rusia
ngotot untuk mempertahankan cadangan minyak di Baku dan Laut Kaspia. Tentara Rusia
terlibat dalam pertempuran sengit dengan tentara Turki di Iran barat laut.
Imperialis Inggris, di pihak lain, mempertahankan kepentingan mereka di ladang
minyak Khuzistan. Situasi pelik dan kacau demikian itu menyulut Sayid Ziauddin
Taba Tabai, seorang politisi Iran, dan Reza Khan, seorang perwira kavaleri,
memanfaatkan situasi untuk melancarkan pemberontakan atas dinasti Qojar.[18]
KESIMPULAN
Qojar
adalah Dinasti yang berkuasa di Persia dan berpusat di Iran selama kurang lebih
150 tahun (1779 – 1924 M). Nenek moyang Dinasti Qojar adalah bangsa Turki.
Selama abad ke-14 M, mereka bergerak memasuki kawasan Persia, Irak dan kawasan
lain di Timur Tengah.
Pada masa dinasti Qojar banyak kemajuan-kemajuan yang
dicapainya, salah satunya yaitu Darul Funun yang didirikan di Teheran, pada
tahun 1851 M, selain sebagai sekolah politeknik, Darul Funun juga berfungsi
sebagai pencetak tenaga militer yang baru dalam bidang balistik dan teknik militer serta pegawai sipil.
Selain
kemajuan-kemajuan yang dicapainya, dinasti Qojar juga mengalami kemunduran Pada
tahun 1925 M Dinasti Qojar ditumbangkan oleh Dinasti Pahlevi. Terdapat faktor
internal dan eksternal yang menyebabkan hal ini terjadi. Faktor internal yang
paling menonjol adalah lemahnya pemerintahan pusat dan terjadinya
pemberontakan-pemberontakan lokal. Faktor eksternal yang muncul adalah pecahnya
Perang Dunia I yang menjadikan Iran sebagai arena pertempuran, walaupun secara
politik posisi Iran dalam perang itu adalah netral.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Jakarta: Perpuatakaan Nasional RI, cet II, 2003.
Chair, Abdl. Dkk.
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. t.t. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve
Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern.
Jilid II, Bandung: Penerbit Mizan. 2001
Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Nasional PTE
LTD Singapura, Cet. V, 2005.
Hamka, Sejarah Ummat Islam Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang, 1960.
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam III, Jakarta: Grafindo, 2000.
Soebantardjo, Sari Sejarah Asia-Australia, Yogyakarta: Bopkri, 1957.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2005.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar