Senin, 12 Mei 2014

PENGARUH ISLAM DI ASIA TENGAH

PENGARUH ISLAM DI ASIA TENGAH




Disusun Oleh
JEPRIADI (10420803)

Dosen Pembimbing
Padila,S.S, M.Hum

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2012








PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang paling banyak dipraktekkan di negara – negara bagian Asia Tengah. Islam datang ke Asia Tengah di bagian awal abad ke-9 sebagai bagian dari penaklukan Muslim di wilayah itu yang ditaklukkan oleh Turki Usmani.[1]Banyak ilmuwan terkenal dan filsuf Islam berasal dari Asia Tengah, dan beberapa kerajaan Islam utama, termasuk Kekaisaran Timurid dan Kekaisaran Mughal , berasal dari Asia Tengah. Pada abad ke-20, pembatasan kegiatan agama yang diberlakukan oleh Uni Soviet di Asia Tengah Soviet danRepublik Rakyat Cina di Xinjiang . Kekhawatiran tentang radikalisme Islam dan kebebasan beragama di wilayah ini bertahan sampai hari ini. Asia Tengah merupakan salah satu kawasan yang sangat strategis secara geopolitik di dunia. Selain sebagai lumbung energi dan penghasil kekayaan alam lain, kawasan Asia Tengah dapat secara geografis menjadi jembatan antara Asia Timur dan Timur tengah. Sudah pasti dengan begini Asia Tengah menjadi jalur minyak yang potensial untuk kawasan-kawasan di sekitarnya. Kawasan Asia Tengah lagipula dapat dikatakan telah ‘ditinggalkan pemiliknya’ sejak keruntuhan negara Uni Soviet yang sebelumnya berkuasa di kawasan tersebut. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tengah menjadi kawasan yang sangat diperebutkan oleh negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia
Islamisasi daerah telah memiliki dampak mendalam terhadap budaya pribumi di wilayah cetakan mereka sebagai bagian dari peradaban Islam. Islamisasi di wilayah ini juga memiliki efek pencampuran Islam ke dalam budaya asli, menciptakan bentuk-bentuk baru dari praktik Islam, yang dikenal sebagai Islam tradisional,
                                                       








PEMBAHASAN

Berakhirnya kolonialisme dan imperalisme Barat di negara-negara Islam, telah mengetuk kesadaran umat akan keterbelakangan, kebodohan, kejumudan dan ketertindasan. Kesadaran ini lebih terasa lagi ketika diingat bahwa lintasan sejarah Islam pernah menorehkan tinta emas peradabannya. Islam pernah berada dalam posisi terdepan dalam penggung peradaban dunia, berbarengan dengan keunggulannya di pelbagai dimensi kehidupan ; ekonomi, Iptek, militer, politik dan sebagainya.[2]
Umat Islam belum sempat bangkit dari keterpurukannya akibat kolonialisme, krisis Timur Tengah kembali mencuat dengan munculnya konflik Arab-Israel. Pukulan telak menimpa dunia Islam setelah Israel berhasil “memenangkan” konflik itu yang membuat mereka bertanya-tanya : what’s wrong dengan sekumpulan negara besar yang mempunyai jumlah tentara dan peralatan yang cukup memadai dipaksa kalah oleh Israel - negara kecil dengan tidak lebih dari tiga juta penduduknya? Pada tahun 1967 dianggap sebagai “penggalan” (qathi’ah) dari keseluruhan wacana Arab modern, karena masa itulah yang mengubah cara pandang bangsa Arab terhadap beberapa problem sosial-budaya yang dihadapinya. Inilah awal mula apa yang dinamakan kritik-diri yang kemudian direfleksikan dalam wacana-wacana keilmiahan, baik dalam ranah akademis maupun literatur-literatur ilmiah lainnya. Langkah pertama yang dilakukan oleh para intelektual Arab adalah menjelaskan sebab-sebab kekalahan (tafsir al-azmah) tersebut. Di antara sebab-sebab yang paling signifikan adalah masalah cara pandang orang Arab kepada budaya sendiri dan kepada capaian modernitas. Karena itu, pertanyaan yang mereka ajukan adalah; bagaimana seharusnya sikap bangsa Arab dalam menghadapi tantangan modernitas dan tuntutan tradisi? Telah lebih dari dua dekade, masalah tersebut terus dibicarakan dan didiskusikan dalam seminar-seminar, dalam bentuk buku, artikel dan publikasi lainnya.Lalu masalah tersebut menjadi common denominator untuk setiap intelektual Arab yang peduli terhadap masalah kearaban dan keislaman. Persoalan itu sebenarnya bukan tidak pernah dibahas oleh pemikir-pemikir Arab sebelumnya.
Secara implisit, topik semacam itu pernah dilontarkan oleh Muhammad ‘Abduh dan ‘Abd al-Rahman Kawâkibi. Namun sebagai satu wacana epistemik, masalah tersebut baru mendapat sambutan luas pada dua dekade terakhir. Lebih dari itu semua, masalah tradisi dan modernitas telah menjadi agenda penting untuk proyek peradaban pemikiran Arab berikutnya. Gerakan-gerakan pemikiran Islam di Timur Tengah muncul dan berkembang dari latar belakang situasi sosio-politik seperti tergambar di atas. Gerakan-gerakan itu dalam tataran idealisme, berada dalam aras persepsional yang sama antara gerakan pemikiran satu dengan yang lain, tetapi dalam tataran corak atau aksentuasi intelektualitas dan orientasi mereka berbeda, bahkan dalam banyak kasus bertolak belakang.[3]
Issa J. Boullata membagi pemikiran Islam Timur Tengah menjadi dua kecenderungan, yaitu progresif-modernis dan konservatif-tradisionalis. Menurutnya, kelompok progresif-modernis adalah gerakan pemikiran yang mengidealkan tatanan masyarakat Arab yang modern, dengan kata lain, gerakan pemikiran yang berorientasi ke masa depan (future oriented). Pola berfikir mereka tidak keluar dari frame metodologi Barat yang mereka klaim sebagai satu-satunya alternatif untuk membangun peradaban Arab modern. 
Gerakan pemikiran ini secara mayoritas diwakili oleh kalangan yang pernah belajar dan berinteraksi dengan pemikiran Barat. Adapun kelompom konservatif-tradisional adalah gerakan pemikiran yang memiliki pola pikir dengan frame klasik (salaf). Mereka sangat membanggakan kemajuan dan kejayaan Islam masa lampau, dan untuk membangun kamajuan dan kejayaan peradaban Islam masa mendatang, pemikiran Islam harus berbasis metodologi pemikiran Islam klasik (past oriented).
Muhammad Imarah sedikit berbeda dengan Issa J. Boullata dalam memetakan pemikiran Islam Timur Tengah. Imarah membagi kecenderungan pemikiran Islam Timur Tengah dalam tiga varian, yaitu: Pertama, tradisional-konservatif; kedua, reformis (al-ishlah wa al-tajdid); dan ketiga, sekuler. Luthfi as-Syaukanie dalam bahasa yang berbeda membagi antara tipologi transformatik, reformistik dan ideal-totalistik.[4]




Adapun pengaruh Islam di Asia Tengah meliputi berbagai bidang, yaitu :
A.    Bidang Arsitektur
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota perancangan perkotaan arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut. Masjid Samarkand sebagai salah satu contoh dari arsitektur asia tengah.Walaupun mirip dengan gaya persia, bangunan di Asia Tengah memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan arsitektur islam lainnya, yaitu kubah yang berukir penuh, penataan jendela dan ornamen yang khas, menara yang berbeda dengan menara pada gaya islam yang lainnya, sampai pengaturan tamannya. Bentuk arch-nya tidak seruncing arsitektur persia, bentuk menaranya mirip arsitektur Moghul dan bentuk kubahnya merupakan produk asli Asia Tengah. Walaupun warna biru mendominasi semua bangunan, tetapi mereka mengolaborasikannya dengan warna coklat dan hijau. Contoh karya terbesar dari arsitektur ini adalah Masjid Samarkand di Uzbekistan, Masjid Kashgar dan Idkah di Xinjiang China dan Masjid Agung St. Petersburg di Rusia.[5]

B.     Bidang Budaya
Budaya di Asia Tengah berasal dari bebagai sumber pengaruh Mongol, Zoroaster, dan Sovyet bercampur dengan kebudayaan Islam. Perkuburan memberi kesaksian pengaruh dari berbagai sumber ini : bulan sabit yang digambarkan secara kasar menyimbolkan islam – juga barangkali sebuah kata dalam bahasa arab “ tanduk diatas tiang menggambarkan tradisi Nomaden Asia Tengah dan pengaruh budaya Sovyet yaitu sebuah photo, gambar atau image dari orang yang meninggal pada batu nisan. Susunan – susunan lilin dan api menandakan paham Zoroaster.[6]
Prospek ekonomi berbeda-beda secara luas di Asia Tengah. Turmenistan memiliki cadangan gas yang lebih besar daripada Aljazair  dan karena sekarang keuntungannya tidak lagi diambil oleh Moskow, penduduknya yang sedikit dapat menjadi sama kayanya seperti negara teluk manapun. Kirgistan sebaliknya adalah negara miskin dan kelihatannya menghadapi masa depan ekonomi yang tidak pasti. Potensi ekonomi Kazakhstan, yang lima kali lebih besar dari ukuran Perancis adalah menjanjikan. Dibawah gurun yang luas dan dataran tinggi berbatu-batu di Kazakhstaan terdapat cadangan uranium, Intan, emas,batubara, minyak dan gas yang kaya. Gandum dan daging diproduksi di wilayah yang paling subur dibagian utara. Yang paling penting dari sudut pandang internasional, negara ini dikenal memiliki persediaan hulu ledak nuklir dari masa pemerintahan Soviet. Ukurannya dan posisinya diantara Eropa dan Asia serta kekayaan alamnya akan memastikan Kazakhstan menjadi suatu tempat yang penting dimasa depan.
Keseimbangan etnis di negara itu kemungkinan besar sewaktu-waktu dapat meledak. Sejumlah 60% dari 16 juta penduduk Kazakhstan adalah etnis Kazakh. Etnis Rusia, Ukraina, Jerman Yunani, Korea dan minoritas-minoritas lain yang pindah kesana sewaktu dan setelah Perang Dunia Kedua membentuk komposisi 40% lainnya. Banyak orang yang bukan etnis Kazakh sekarang meninggalkan negara tersebut.[7] Pengaruh Islam dalam bidang lain di Asia Tengah sama dengan negara-negara Islam lainnya, seperti bidang politik, menerapkan sistem perpolitikan yang berbasis Islam yang bepedoman pada Alquran dan As-Sunnah.















KESIMPULAN

Republik – republik Asia tengah yang secara tradisional disebut Turkistan, tanah bangsa Turki, mengahsilkan lima negara Muslim merdeka : Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Tajikistan, Kirghistan, dan Turkmenistan ( yang lainnya yaitu Azerbaijan tidak berada di Asia Tengah, sementara Tajikistan dengan mayoritas bahasa Persia bukanlah berasal dari Turki).[8] Pengaruh Islam di Asia Tengah sangat banyak terutama dalam bidang kebudayaan dan arsitektur.
Pengaruh Islam ini berasal dari kerajaan-kerajaan Islam terdahulu seperti Turki Usmani, Mongol, dan kerajaan lain yang telah datang ke Asia Tengah tersebut. Budaya di Asia Tengah berasal dari bebagai sumber pengaruh Mongol, Zoroaster, dan Sovyet bercampur dengan kebudayaan Islam.
Kemudian dalam bidang Arsitektur, Masjid Samarkand sebagai salah satu contoh dari arsitektur asia tengah.Walaupun mirip dengan gaya persia, bangunan di Asia Tengah memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan arsitektur islam lainnya, yaitu kubah yang berukir penuh, penataan jendela dan ornamen yang khas, menara yang berbeda dengan menara pada gaya islam yang lainnya, sampai pengaturan tamannya.















DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Akbar, Rekonstruksi Sejarah Islam,( Jogjakarta : Pajar Pustaka Baru,2002)

Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam,( Yogyakarta : Penerbit Kota Kembang,1989)
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,2008)

Http://schariev.wordpress.com/2009/01/28/arsitektur-asia-tengah







[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,2008),hlm.129
[3] Ibid
[4] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,( Yogyakarta : Penerbit Kota Kembang,1989),hlm.34

[5] http://schariev.wordpress.com/2009/01/28/arsitektur-asia-tengah/
[6] Akbar S.Ahmed, Rekonstruksi Sejarah Islam,( Jogjakarta : Pajar Pustaka Baru,2002 ),hlm.290
[7] Ibid.hlm,291
[8] Ibid, hlm.289

Tidak ada komentar:

Posting Komentar