Kamis, 08 Mei 2014

Perkembangan Islam di Turki Modern

Perkembangan Islam di Turki Modern

Disusun Oleh:
Fitri Aprillia (10420009)

Dosen Pembimbing:
Padila, S.S, M.Hum

FAKULTAS ADAB & HUMANIORA
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM 
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2013




PENDAHULUAN

Orang-orang Turki merasa lekat dengan agama yang mereka anut semenjak berabad-abad lampau, mereka bahkan marah kalau dikatakan bukan orang Islam. Sudah dipastikan agama Islam sebagai sesuatu yang sudah berakar di Turki sulit untuk dipengaruhi dengan ide-ide Barat. Ini tidak mengherankan. Karena rakyat Turki merasa punya keterikatan yang kental dengan Islam. Setelah tahun 1940 semua aktifitas keislaman dihidupkan kembali oleh mereka. Imam-imam Tentara pun sudah diaktifkan lagi di dalam Angkatan Bersenjata Turki. Tahun 1949 pendidikan agama yang tadinya dihapus dalam lembaga pendidikan Turki pun dihidupkan kembali, bahkan dijadikan mata pelajaran wajib disekolah. Mulai tahun 1950 orang Turki yang tadinya dilarang menunaikan ibadah haji dengan alasan pemborosan ekonomi, diperbolehkan lagi. Lembaga penerbitan Islam juga sudah kembali menyiarkan ide-ide tentang Islam[1]. Para buruh tani, petani yang tadinya takut mengikuti ajaran Tarikat, kini mulai berani. Bidang politik Islam yang tadinya dibubarkan dan dimusuhi oleh penguasa pembaru juga mulai memainkan peranan.
            Sejumlah tokoh yang walaupun tidak terlalu anti dengan ide pembaruan, namun sangat berkompeten untuk menegakkan citra Islam mencoba membangun kembali kekuatan Islam yang sungguh berbeda dari sebelumnya. Secara, kehidupan bernegara, Konstitusi Turki tahun 1961 yang berlaku sekarang ini, mengatur agama baik dalam teksnya sendiri maupun dalam rujukannya kepada serangkaian hukum organis. Pada intinya telah memberikan peluang baru bagi Islam sebagai ajaran moral yang mengikat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di luar dari momentum konstitusi tersebut, yang tentu saja mempunyai hakikat pembebasan atas pemberlakuan Islam sebagai pilihan masyarakat.
            Kondisi Turki dewasa ini hanya meninggalkan warisan sejarah tentang upaya modernisme yang dijiwai oleh sekulerisasi, namun sekulerisasi itu sendiri boleh dikatakan kurang berhasil sepenuhnya.[2] Keadaan sosial sendiri merupakan suatu konsep yang memang sangat kuat bagi rakyat Turki yang Islam masih mendambakan dewi keberuntungan tersebut, dan mengenai keadilan sosial itu hanya bisa ditumpukan harapannya kepada jalur-jalur nilai Islam.














PEMBAHASAN
A.    Turki Modern
1.      Sejarah Politik Negara Istambul Turki
Para ahli sejarah kuno menduga, bahwa bangsa Hittiti-lah yang pertama menempati wilayah Turki sekarang. Pada awal-awal tahun Masehi, ia dinamakan Bizantium dibawah kekuasaan Romawi yang berkuasa di kawasan ini selama lebih dari empat abad. Dari tangan Romawi kemudian orang-orang Barbar merebutnya dan memindahkan ibukota kerajaan dari Roma ke Konstantinopel (Ibukota Turki Sekarang). Pada abad ke-12 M umat islam dibawah bimbingan dinasti Abbasiyah dengan  kekuatan orang-orang Turki di bawah komando Erthogrul dan anaknya bernama Otsman, akhirnya dapat merebut wilayah ini, sekaligus dinasti Abbasiyah memercayakan dan menghadiahkan pemerintahannya kepada mereka. Pada abad ke-13 M berdirilah dinasti Utsmaniyah, dan akhirnya oleh mereka ibukota kerajaan dinamakan Istanbul. Dulu wilayah kekuasaannya paling luas di antara tiga kerajaan besar (Syafawi, Mughol, dan Utsmaniyah saat itu), meliputi tiga benua yakni jazirah Arabia, Balkan, Hungaria hingga kawasan Afrika Utara.[3]
Dinasti Utsmaniyah merupakan salah satu dinasti pemerintahan Islam yang paling lama berkuasa hingga zaman modern. Kekuasaannya meliputi tiga benua Asia, Afrika, dan Eropa. Pemerintahannya memiliki kekuatan tentara yang mampu bersaing dalam beberapa pertempuran dalam Perang Dunia di Lautan Mediterania dan ikut berkoalisis dengan beberapa negara Eropa Modern seperti Jerman dan Itali. Beberapa puluh sultan ikut memerintah dari keluarga besar pewaris kesultanan. Akan tetapi, sejak Perang Dunia I Turki akibat banyak terlibat dalam peperangan negara ini banyak terkuras dalam energi ekonomi, termasuk wilayah-wilayah kekuasaannya banyak yang merdeka. Apalagi benyak sultan-sultan Utsmaniyah belakangan banyak memiliki kelemahan. Maka sejak tahun 1925 M Turki diubah menjadi negara sekuler, dengan menghilangkan sistem kekhalifahan ataupun kesultanan di bawah pimpinan Mustofa Kemal Attaturk. Sultan yang sedang berkuasa di lengserkan dan diganti dengan tokoh muda Turki Attaturk. Tahun 1950 untuk pertama kalinya Turki melakukan pemilu, Partai Republik bentukan Kemal Attaturk dikalahkan oleh Demokrat. Tahun 1961 Partai Republik berkuasa kembali, namun didominasi oleh Partai Motherland.[4]
2.      Batas-batas Wilayah
Negara Turki sekarang merupakan negara yang berada di dua benua; Eropa dan Asia, dengan luas 780.580 km2 dan 95 %-nya berada di Asia.  Sejak tahun 1923 M, batas-batas negara Turki sebelah utara sampai Laut Hitam, sebelah selatan sampai Syiria dan Laut Tengah, sebelah Barat Laut Aegea dan Iran serta Rusia di sebelah Timur. Ibukota pemerintahan bernama Ankara. Sebelum runtuhnya sistem kesultanan Utsmaniyah, geopolitik Turki mencakup dan meliputi area wilayah yang sangat luas. Sejak munculnya imperialisme Eropa seluruh wilayah Turki yang meliputi kawasan-kawasan Afrika Utara, Asia Barat termasuk sebagian Eropa Timur sedikit demi sedikit mulai dilepaskan. Kekuatan Eropa terutama Inggris dan Prancis, memaksa bagian-bagian kawasan Arab untuk dilepaskan oleh Turki, batas-batas wilayahnya hanya sebagian kecil dari Eropa dan Asia, seperti disebutkan di atas.
3.      Sosial-Budaya dan Potensi Wilayah Turki Sekarang
Banyak suku Kurdi berada dikawasan ini, sehingga secara politis sering kali menjadikan konflik terutama kesalah-pahaman mengenai kebijakan-kebijakan publik. Apalagi etnik Kurdi termasuk lebih banyak memilih pemahaman Islam yang lebih konservatif sehingga upaya-upaya untuk menegakkan syariat Islam kembali senantiasa disikapi secara represif oleh pemerintahan sekuler Turki. Sekalipun demikian setengah dari 98% penduduk Turki yang beragama Islam terus melanjutkan upaya ini meskipun sebatas gerakan bawah tanah. Tokoh cendekiawan Harun Yahya yang muncul pada Tahun 2000 ini, salah satu di antara mereka merupakan fenomena nyata dalam bentuk-bentuk perlawanan bawah tanah ini, penentang sekulerisme sains.[5]
Lebih dari separuh wilayah Turki adalah pegunungan. Sungai Eufrat dan Tigris yang pernah menjadi pusat peradaban dunia juga melintasi wilayah ini. Sejumlah potensi sumber daya alam tersedia dalam deposit yang melimpah. Slah satu produksinya yang terbesar di dunia adalah kromit, lainnya adalah minyak dan gas bumi serta batu-bara. Dengan bantuan Barat, industri di Turki berkembang pesat, namun sektor pertaniannya tak ketinggalan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja mencapai 60 %.[6]
  1. Islam di Turki Modern
Bangkitnya Islam kembali di Turki dalam periode Pasca-Kemalis, merupakan suatu fenomena yang terjadi bersama-sama dengan pengendoran sekulerisme. Pengaruh umum dari Islam pada masyarakat Turki, setelah tertimpa pengaruh reformasi-reformasi sekular yang dilakukan di negeri itu. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai tradisi Islam masih ada dalam kehidupan nasional rakyat Turki, dan hubungan Turki dengan Negara-negara Muslim. Semua usaha untuk melakukan reformasi dalam bidang agama di Turki kurang lebih telah gagal. Setelah coup d’etat tentara pada tanggal 27 Mei 1960, tuntutan rakyat untuk terjemahan autentik Al-Qur’an ke dalam bahasa Turki disuarakan kembali. Kelompok agama tidak begitu menaruh perhatian pada tuntutan itu, sekalipun beberapa surat kabar Turki menerbitkan pertanyaan-pertanyaan tentang itu untuk menarik pandangan umum. Salah satu tuntutan jawaban terhadap pertanyaan itu adalah tentang shalat yang harus dilakukan dalam bahasa Turki. Mantan Direktur Urusan Agama, Omer Nasuhi Bilmen berkata dalam suatu statemen kepada pers, bahwa menurut prinsip-prinsip syari’ah, melakukan shalat dalam bahsa Turki tidak dibolehkan. Pemerintah mengambil sikap yang netral terhadap perbedaan pendapat ini, dan masalah itu berakhir dalam keadaan tidak menentu.
Kebangkitan Islam kembali di Turki pada tahun-tahun akhir ini telah menarik perhatian beberapa pengamat Barat. Sementara dari mereka melahirkan ketakutan bahwa hal itu akan membawa kebangkitan fanatisme. Jika hal yang sedemikian itu berkembang, maka hal itu akan berakibat menghapus banyak kerja yang telah dilaksanakan oleh pembaru-pembaru Turki lebih dari satu Abad lalu. Pendapat-pendapat yang semacam ini didasarkan kepada pandangan dangkal terhadap situasi menyeluruh. Kebangkitan kembali Islam menunjukan perhatian yang murni diantara kelas yang terdidik dari rakyat Turki dalam mempelajari Islam. Harus diingat bahwa sentimen nasional ini, yang begitu kuat di Turki, sebagian besar juga bercampur dengan sentiment Islam. Sebagaimana disebutkan diatas. Rupanya hal itu merupakan tanggapan nasional dari rakyat Turki terhadap dorongan nasional yang kuat terhadap agama. Adalah merupakan bukti yang jelas, bahwa sekularisme telah gagal untuk memenuhi tuntutan-tuntutan sosial dan kultural.[7] Secara politis negara Turki telah mempunyai pandangan bahwa Turki adalah anggota dari peradaban Barat. Dalam hal loyalitas kultural, rakyat Turki terus mempertahankan identifikasi mereka dengan Islam.
Orang-orang Turki dari Anatolia adalah rakyat Turki yang paling mem-Barat. Karena lamanya hubungan dengan negeri-negeri Eropa Barat, kondisi kehidupan mereka adalah berbeda dari kondisi bangsa lain di Timur Tengah. Mereka adalah pioner di antara rakyat-rakyat dari wilayah ini, dalam menegakan institusi-institusi demokratis. Sekalipun adanya pengaruh-pengaruh dari Barat, namun mereka tetap memelihara sementara cirri-ciri lama yang berupa keberanian, disiplin, setia kepada keluarga dan tanah air. Kenyataan bahwa mereka merupakan bangsa terkemuka dalam dunia Islam berabad-abad lamanya menerangkan, sebagian besar, pengaruh Islam yang begitu kuat terhadap tradisi-tradisi kebudayaan mereka.
Sistem keluarga Turki sebagian besar masih didasarkan kepada tipe-tipe ikatan lama dan otoritas paternal, terutama di desa-desa di mana hampir 75% dari semua penduduk Turki hidup. Diantara rakyat yang terdidik, yang hidup di kota-kota besar kecenderungan kearah keluarga kecil adalah cukup jelas. Karena adanya ongkos hidup yang tinggi di daerah-daerah kota, maka setiap anggota yang sudah dewasa dari keluarga Turki berusaha melakukan perdagangan atau bekerja sesuai keahliannya, supaya dapat membantu penghasilan keluarga. Sekalipun adanya perubahan-perubahan itu, otoritas orang tua terhadap anak-anaknya termasuk anak-anaknya yang sudah besar, baik pemuda maupun gadis tetap dirasakan. Wanita-wanita yang belum menikah hidup bersama orang tua mereka selagi mereka belajar dan bekerja, untuk menambah penghasilan keluarga. Mereka dengan ketat dibawah kekuasaan orang tua mereka. Dalam pertemuan mereka dengan kenalan laki-laki, sistem pendamping biasanya masih dilakukan. Menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan ini adalah sangat langka. Pengawasan orang tua yang semacam ini terhadap anak laki-laki dan perempuan yang sudah mulai besar tidak kelihatan dalam pengamatan orang-orang asing. Persetujuan orang tua terhadap calon menantu, laki-laki atau perempuan, dianggap sangat pokok bagi kelangsungan perkawinan. Tipe pergaulan ala Barat sebelum perkawinan belum berkembang di Turki, sekalipun wanita-wanita Turki yang berpendidikan memperoleh kebebasan dalam memilih suami mereka.


  1. Perkembangan Islam di Turki Modern
Banyak orang muda laki-laki maupun perempuan, terus-menerus pindah ke kota, untuk bekerja, pendidikan, atau latihan kerja. Sekalipun adanya perkembangan yang semacam ini, tradisi Islam dari Keluarga Turki tetap dipertahankan. Bahkan industrialisasi di daerah-daerah pedesaan menambah jumlah wanita yang memakai cadar, karena mereka berpendapat harus menutup muka mereka dihadapan orang-orang asing.
Pentingnya pendidikan Islam bagi anak-anak Turki ditekankan diantara segenap lapisan masyarakat pada tahun-tahun akhir ini. Surat kabar-surat kabar harian dan berkala Turki menerbitkan banyak artikel tentang keharusan pendidikan Islam bagi pemuda-pemudi.  Semangat orang-orang Turki modern untuk menjadi suatu bangsa yang modern dan demokratis, selalu disertai dengan kesadarannya yang mendalam tentang watak dan ideal ke-Turkian dan keislaman.[8] Pendidikan agama mulai diadakan atas dasar pilihan oleh rezim Republik di bawah tekanan opini rakyat. Pada waktu Partai Demokrat memegang kekuasaan pada bulai Mei 1950, rezim baru itu memperkenalkan pendidikan agama secara wajib, dan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijaksanaan itu.
Tuntutan untuk pendidikan Islam yang lebih tinggi makin meningkat sejak tahun 1950. Selain daripada 26 sekolah untuk mencetak imam dan khatib, Fakultas Ketuhanan di Universitas Ankara, Institut Riset Islam di Universitas di Istanbul, tiga buah Institut Studi Islam Tinggi telah bekerja di Istanbul, Konya, dan Izmir. Beberapa rencana untuk peningkatan jumlah imam dan khatib telah disiapkan oleh pemerintah Turki sejak tahun 1960. Sementara mahasiswa dari sekolah-sekolah imam dan khatib telah pergi ke luar untuk pendidikan yang lebih tinggi pada tahun-tahun akhir ini. Ini merupakan suatu arah yang sehat yang menujukan dorongan kuat dari rakyat dan pemerintah Turki untuk mempertahankan tingkatan yang tinggi dari studi Islam. Bersama-sama dengan sains dan seni modern.
Ketaatan orang-orang Turki untuk melakukan shalat, berpuasa, dan membangun masjid-masjid yang indah  adalah sangat terkenal.[9] Orang Muslim dari luar negeri yang datang ke Turki akan sangat terkesan oleh disiplin dan tertib  yang dilakukan oleh orang-orang Muslim Turki di dalam masjid-masjid mereka. Kedatangan orang-orang muslim ke masjid di kota-kota dan juga desa-desa adalah peristiwa biasa. Adzan dikumandangkan dalam bahasa Arab sejak tahun 1950, dan salat juga dilakukan dalam bahasa Arab seperti biasanya. Pembacaan Al-Qur’an oleh imam biasanya indah sekali, dan suaranya merdu.
Sa’di seorang penyair masyhur dari Persia dalam salah satu dari syairnya menyatakan bahwa orang-orang Turki itu diberi rahmat dengan keindahan pada permulaan penciptaannya.[10] Tetapi Allah memberikan banyak sifat baik kepada bangsa Turki, yang berupa kecerdasan otak dan watak yang baik, seperti keberanian, simpati yang mendalam terhadap sesama manusia, termasuk musuhnya, sabar dalam menghadapi kesulitan, jujur dalam tujuan, ikhlas dalam kata-katanya dan perbuatan, cinta yang mendasar terhadap keluarga dan bangsa, dan dorongan kuat untuk memegang pimpinan dalam setiap lapangan hidup. Adalah sifat-sifat ini yang memungkinkan bangsa Turki untuk mempertahankan kedudukan mereka sebagai pemegang bendera Islam selama seribu tahun lamanya. Perkembangan-perkembangan ini merupakan manifestasi dari ikatan-ikatan persaudaraan Islam yang ada antara bangsa Turki dengan bangsa-bangsa seagama di bagian-bagian lain dunia ini. Bangkitnya negeri-negeri Muslim yang merdeka di Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Tenggara, dan Timur Jauh telah memperkuat kemungkinan kerjasama kebudayaan, ekonomi, dan politik, di antara negeri-negeri itu dengan Turki. Kebudayaan Turki mempunyai beberapa persamaan dengan kebudayaan Barat, hal ini disebabkan faktor-faktor sejarah dan geografis.  Orang-orang Turki dari Anatolia telah menjadi penguasa dan pelindung ujung Barat dari dunia Muslim berabad-abad lamanya. Mereka memerintah wilayah yang luas dari Eropa Timur dalam jangka waktu yang lama.
Seni impresionis modern telah diambil oleh seniman-seniman Turki sejak gerakan sekularisme Republik Turki, melukis dan mematung diajarkan di sekolah-sekolah Turki. Seni Turki kuno dalam beberapa hal masih tetap dipelihara dalam alat-alat porselin, yang berisi lukisan-lukisan yang indah dan menarik, termasuk kaligrafi Arab yang sangat indah. Ahli-ahli kaligrafi Turki adalah mashyur dalam sejarah kebudayaan Islam, karena sempurnanya teknik dan indahnya gaya mereka. Masjid-masjid Turki, perpustakaan dan museum telah menyimpan beberapa contoh yang sangat indah dari kaligrafi Turki dalam bentuk buku, monogram, dekrit sultan, dan inskripsi.
            Dikatakan bahwa al-Qur’an itu diturunkan di bumi Hijaz, dibaca di Mesir, ditulis di Turki. Adalah betul bahwa cara orang-orang Mesir membaca Al-Qur’an telah memperoleh kehormatan yang tinggi diseluruh dunia Islam, dan mushaf al-Qur’an yang paling baik adalah ditulis oleh penulis-penulis Turki, dan umat Islam yang paling terkenal dengan sopan-santunnya dan kegiatan melakukan ibadahnya adalah umat Islam Indonesia. Peninggalan-peninggalan tulisan mereka masih tersimpan di museum-museum dan perpustakaan-perpustakaan di Turki. Mushaf Utsmani, mushaf al-Qur’an yang ditulis oleh kaligrafis Turki yang sangat termasyhur, menjadi sangat populer di seluruh dunia Islam. Pemerintah Turki selalu menaruh perhatian dalam mencetak mushaf al-Qur’an, dengan maksud untuk memelihara keshahihannya.
            Kecintaan orang-orang Muslim Turki pada kaligrafi tetap masih hidup hingga dewasa ini, sekalipun adanya penggunaan tulisanLatin secara resmi. Monogram dan inskripsi Arab dipergunakan sebagai hiasan di rumah orang-orang Turki, toko, dan masjid-masjid mereka. Industri kerajinan tangan dari alat-alat yang dibuat dari porselin merupakan alat yang ampuh untuk memelihara dan memamerkan tulisan Arab. Sebagian besar dari orang-orang Turki setengah baya, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk pejabat-pejabat tinggi negara maupun diplomat masih menggunakan tulisan Arab untuk surat-menyurat pribadi mereka. Dalam arsitektur umum, Turki modern mengambil bentuk Eropa secarra penuh. Namun, bentuk-bentuk mesjid yang baru rupa-rupanya merupakan bentuk campuran antara arsitektur tua dan modern.
            Musik Turki modern telah mengambil sistem polyphony dan instrument Barat. Latihan musik Barat diberikan dalam pelbagai sekolah di Ankara, Istanbul, dan kota-kota lain. Konsevatori Musik Nasional, Ankara, selalu mempertahankan mutu latihan dan pergelaran yang tinggi. Banyak penyanyi dan ahli musik Turki memberikan konser di ibukota-ibukota Eropa. Penghargaan terhadap musik Turki modern terbatas pada minoritsas kecil dari kelompok elite. Pencipta-pencipta musik Turki telah melahirkan banyak simfoni, opera, dan musik ringan modern. Musik rakyat Turki adalah sangat popular di antara semua kelompok masyarakat. Alat-alat musik yang dipergunakan oleh mereka adalah sama dengan alat-alat yang dipergunakan di Timur Tengah. Alat-alat itu termasuk rubaab, santur, kemence (instrument kecil yang pakai senar), davul (drum) dan zurna (seruling). Sebagian besar dari nyanyian rakyat berupa epik yang menggambarkan sifat-sifat keberanian dalam perang-perang kepahlawanan. Disamping itu, tentu terdapat juga nyanyian-nyanyian cinta dan lirik yang menggambarkan perasaan kemanusiaan yang paling dalam dari rakyat Turki.
Musik  Turki Klasik adalah sangat indah dalam teknik, kehalusan dan gaya. Menurut Ziya Gokalp musik itu diperkenalkan oleh al-Farabi yang meminjam dari Bizantium. Musik-musik itu bias dinikmati oleh orang-orang yang kenal musik Turki dan pencinta-pencinta musik Timur di negeri-negeri Timur Tengah. Nyanyian-nyanyian dan lagu dari musik Timur Klasik mempunyai keindahan yang sangat cenderung kepada mistik. Musik mistik berkembang dan dipopulerkan oleh Syaikh-syaikh tarikat sufi dan Anatolia. Organisasi-organisasi ini adalah yang paling berjasa dalam penyiaran Islam di Anatolia dan Negara-negara Muslim lainnya. Mereka mengambil keuntungan yang penuh dari corak musik yang popular, dan dipergunakan sebagai alat untuk dakwahnya. Jadi, musik mistik mulai dipergunakan untuk peribadatan bersama. Bangsa Turki diduga merupakan pioner musik perang di Eropa. Dalam imperium Osmaniyah, musik tentara yang dinamakan Mehter biasanya digunakan untuk menyertai angkatan perang di medan peperangan.
            Di antara bangsa-bangsa Muslim, bangsa Turki mempunyai selera tinggi untuk merayakan perayaan-perayaan nasional mereka dengan keanggunan dan kesyahduan. Dua perayaan yang penting dalam penanggalan Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, masing-masing secara resmi dirayakan selama tiga hari. Hari Nasional Turki dirayakan pada tanggal 29 Oktober, untuk memperingati berdirinya Republik Turki.[11] Parade-parade militer yang diadakan pada peristiwa-peristiwa nasional adalah mengesankan dan penuh dengan warna-warni. Parade-parade itu menggambarkan tradisi kepahlawanan dan keberanian rakyat Turki. Tidak ada parade dianggap lengkap,  kecuali dengan barisan kuda dan joki-jokinya. Adalah menjadi kepercayaan umum di kalangan bangsa Turki, bahwa kemenangan mereka di medan pertempuran adalah berkat ikut sertanya barisan kuda-kuda pilihan dan penunggang-penunggangnya yang cekatan. Oleh karena itu, kuda dianggap membawa berkah. Kuda Turki dianggap kuda yang paling baik di dunia.
            Kantor-kantor pemerintah dan organisasi-organisasi sosial swasta menaruh perhatian dalam melakukan program-program kesejahteraan sosial, untuk meningkatkan kedudukan sosial wanita-wanita Turki. Kizilay (Bulan Sabit Merah) padanan dari Palang Merah memberikan segala macam bantuan kepada fakir-miskin dan orang-orang yang memerlukan, terutama para korban malapetaka dan bencana nasional. Ia juga mengatur keberangkatan jamaah haji ke Mekah. Dalam beberapa kejadian, organisasi ini juga memberikan bantuan kepada korban banjir dan gempa bumi di negeri-negeri lain.
            Kemajuan Turki dalam bidang sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik pada tahun-tahun belakangan ini menunjukkan bahwa dari semua negeri di Timur Tengah.[12] Turki adalah negeri yang paling cocok untuk perkembangan demokrasi. Perkembangan institusi-institusi demokrasi sedikit demi sedikit tetapi tetap,  adalah suatu bukti bahwa di Turki terdapat pembawaan yang asli di antara rakyatnya untuk mendapatkan tatanan sosial yang progresif dan demokratis. Sebaliknya, kebangkitan kembali Islam telah menolak konsepsi yang salah di antara para pengamat Barat, bahwa Islam dan demokrasi adalah tidak bias berjalan bersama-sama. Memang mungkin juga ada beberapa kesalahan dalam menerapkan demokrasi di Turki, dari pandangan Barat, tetapi tidak bisa dipungkiri  bahwa arah perkembangannya adalah menuju kepada system yang lebih baik, yang didasarkan kepada struktur ekonomi yang mencukupi diri sendiri.[13]
            Hari depan Islam di Turki rupa-rupanya terang. Dalam pembinaan kembali negeri-negeri Muslim, kita dapat belajar dari Turki, mana perkembangan kebijaksanaan yang dapat dicontoh dan mana yang tidak.

C.  Tempat-Tempat bersejarah di Turki 
1. Gedung Blue Mosque (Masjid Biru), yang dibangun Sultan Mohammad (abad ke-13). Hiasan lampu di seluruh ruangan, aneka keramik dinding biru diselingi kaligrafi bagai ukiran.[14] Masjid ini disebut “masjid biru” karena kubah penutupnya berwarna biru. Bangunan ini berada di Istambul Turki dan dibangun oleh Sultan Ahmed I pada tahun 1609 dan selesai pada 1612. Sultan Ahmed membangun Masjid Biru untuk menandingi bangunan Hagia Sopia buatan kaisar Bizantium yaitu Constantin I, Hagia Sopia berada satu blok dari Masjid Biru. Hagia Sopia dulunya adalah Gereja Bizantium sebelum jatuh ke daulah Turki Otoman pada tahun 1453 M . Masjid Biru memiliki 6 menara, diameter kubah 23,5 meter dan tinggi kubah 43 meter, kolom beton berdiameter 5 meter.  Masjid ini adalah satu dari dua buah masjid di Turki yang mempunyai enam menara, yang satu lagi berada di Adana. Kabarnya, akibat jumlah menara yang sama dengan Masjidil Haram di Mekkah saat itu, Sultan Ahmad mendapat kritikan tajam sehingga akhirnya beliau menyumbangkan biaya pembuatan menara ketujuh untuk Masjidil Haram. Yang menarik, sebuah rantai besi yang berat dipasang di atas pintu gerbang masjid sebelah barat. Di masa lalu, hanya Sultan yang boleh memasuki halaman masjid dengan mengendarai kuda, dan rantai ini dipasang agar Sultan menundukkan kepalanya saat melintas masuk agar tidak terantuk rantai tersebut. Ini dimaksudkan sebagai simbol kerendahan hati penguasa di hadapan kekuasaan Ilahi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZp_Zdn5V9Sb4570ds23CwLWBrNc-HrF-wkw6HiIcQkqFzFLAHKRgiv-wWn3RIOi1Vynx7hNVr9tP9leRAsdomktr5zRkrkVt6OQKJwj-IzZQ8V7bg5A-4XTJmmt5vyZJ3TTJTGjRLfrq6/s320/Untitled.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeWcxQmblUYgknPNurFfJqikgW4lydj0oQHT2bxOFdBS_8E_npsPNRc-PI-ZghOx0-HOs8uRfvenv-8PQ3UdLyomqxvanWw-GyEhkKQFBYCVWlURZbzmVBzDcMczO3p2C5Gp3wvV4ZaEFl/s320/Untitled4.jpg
2. Bangunan Aya Sofia di masa Romawi adalah sebuah gereja Setelah Constatinopel berpindah ke tangan kerajaan Islam, maka Sulthan Mehmed (1451-1481) merubah Aya Sofiya menjadi masjid.[15] 
  1. Tokoh-tokoh Islam di Turki 
1. Sultan Muhammad Al-Fatih, Sang Pembuka Istanbul Sejak kecil Ia telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menaklukan Konstantinopel.
2. Sultan Sulaiman I atau Sulaiman Al-Qanuni (6 November 1494–5/6 September 1566) adalah Sultan dan Khalifah Turki Utsmani. Sultan Sulaiman berhasil menyebarkan Islam hingga ke tanah Balkan di Eropa meliputi Hongaria, Beograd, Austria, benua Afrika dan Teluk Persia. Dilahirkan di Trabzon.Di awal usia 7 tahun, ia telah dididik dengan ilmu kesusasteraan, sains, sejarah, agama dan taktik ketentaraan di Istana Topkapi, Istanbul .






PENUTUP
          Secara teoritis dan legal, Negara Turki adalah Negara Islam, sekalipun secara de facto adalah sekular. Setelah kemenangan Partai Demokrat dalam pemilihan umum bulan Mei 1950, pemerintah Turki menerapkan pendidikan agama wajib di sekolah-sekolah dan memberikan kebebasan yang lebih luas dalam kehidupan agama kepada rakyat. Kebebasan agama, memajukan usaha-usaha pribadi, dan hubungan lebih rapat dengan dunia Muslim. Perubahan-perubahan ini menciptakan kondisis yang mendukung kebangkitan kembali Islam, dan membawa keaktifan Turki dalam ikut serta menangani masalah-masalah dunia Muslim. Rezim demokrat memberikan dorongan bagi perkembangan pers Islam dan dasar geraknya. Islam adalah  agama dari kurang leibih 99% dari rakyat Turki. Makin meningkatnya perhatian kepada agama menunjukkan bahwa Islam memberikan tanggapan terhadap keperluan rohani dan moral bagi rakyat Turki. Kesadaran sebagai umat Islam adalah sangat kuat diantara rakyat Turki. Pola-pola Islam dan Turki tampak menonjol di kebudayaan Turki, sekalipun pengaruh kebudayaan Barat juga tampak, khususnya dikalangan terdidik. Bangsa Turki selalu sadar dengan identitas kulturalnya. Prinsip-prinsip dan tradisi Islam rupa-rupanya merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan Turki. Ini merupakan faktor yang penting dalam pengembangan hubungan kultural Turki dengan dunia Muslim.
            Turki adalah suatu Negara Muslim modern yang didasarkan kepada prinsip-prinsip demokrasi Barat. Jiwa nasionalisme Turki tetap merupakan kekuatan yang dinamis lagi stabil yang mendorong kemajuan Turki Modern. Negeri-negeri Muslim lain sedang melintasi tahap-tahap peralihan, dan berusaha untuk menegakkan pola-pola pemerintahan demokrasi mereka sendiri. Bahwa Turki ingin memperkokoh hubungan-hubungan kultural, ekonomi, dan politik dengan dunia Muslim lainnya sekarang dan pada masa-masa yang akan datang. Dengan makin tumbuhnya swasembada dalam kehidupan ekonomi dan industri, adalah patut bahwa Turki akan memainkan peranan penting dalam masalah-masalah dunia.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Akbar S, 2002, Rekonstruksi Agama Islam, Yogyakarta:Fajar Pustaka Baru.

Ali, H.A Mukti 1994, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Jakarta: Djambatan.


Lapindus, Ira M, 1988, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sani, Abdul, 1998, Perkembangan Modern dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Thohir, Ajid, 2011, Studi Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja grafindo Persada.
Thohir, Ajid 2004, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Yatim, Badri 2008, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada




[1] Abdul Sani, 1998, Perkembangan Modern dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hlm.131
[2] Ibid, Hlm. 132
[3] Ajid Thohir, 2011, Studi Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja grafindo Persada, Hlm. 229
[4] Ibid, 230
[5] Ibid,Hlm. 231
[6] Ibid, Hlm. 232
[7] H.A. Mukti Ali, 1994, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Jakarta: Djambatan, Hlm.144
[8] Ibid, Hlm. 148
[9] Akbar S. Ahmed, 2002, Rekonstruksi Agama Islam, Yogyakarta:Fajar Pustaka Baru, hlm. 156
[10] H.A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Hlm. 150
[11]  Ajid Thohir, 2004, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada, hlm. 219
[12] Ira M. Lapindus, 1988, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm. 74
[13] H.A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Hlm. 161
[15] Badri Yatim, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Hlm. 136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar